Aikido diperkenalkan pertama kali oleh Morihei Ueshiba atau yang lebih dikenal sebagai O’ Sensei (1883-1969). Sebelum menciptakan aikido, O’ Sensei berlatih secara mendalam bermacam Jujitsu, Daito ryu, Aiki Jujitsu, Kenjutsu (Yagyu ryu dan lainnya), jojutsu dan beberapa beladiri yang lain. Ueshiba Sensei sendiri juga melatih diri dalam beberapa pelatihan jiwa dan pikiran (terutama omotokyo) sehingga melahirkan pandangan yang menarik tentang harmoni dan beladiri, kehidupan sosial dan relasi dengan tuhan. Secara harfiah Ai adalah harmoni, Ki adalah jiwa atau energi, dan Do adalah jalan. Jadi aikido berarti jalan untuk mencari keselarasan dengan alam semesta. Ueshiba mengintegrasikan prinsip ini ke dalam beladirinya dan mengembangkan aikido tidak hanya sebagai sistem berperang, tetapi juga menjadi media peningkatan, pengembangan, penguasaan tubuh, jiwa, pikiran kehendak dan intelektual. Setelah O’ Sensei wafat, Honbu Dojo dipimpin oleh anaknya yaitu Kisshomaru Ueshiba (1921-1999) dan dilanjutkan oleh cucu O’Sensei yaitu Moriteru Ueshiba (1951-sekarang).
Shoji Nishio Sensei (1931-2005) adalah salah seorang murid langsung dari Morihei Ueshiba Sensei. Shoji Nishio Sensei memiliki pemahaman yang unik mengenai Aikido dan mengintegrasikan pengetahuannya yang mendalam dalam Iaido,Iiaijutsu, Karate, Judo, Jojutsu, dan beladiri yang lain ke dalam aikido. Meskipun Nishio Sensei mengembangkan aikido sehingga memiliki perpektif dan manifestasi yang baru tetapi nishio sensei selalu berlandaskan pada ajaran dan filosofi dari morihei Ueshiba Sensei sebagai penuntun dalam pencariannya.
Nishio Sensei merumuskan sisi beladiri di aikido sebagai Yurusu Budo, “beladiri penerimaan” seperti yang dikutip berikut ini “pedang di aikido tidak digunakan untuk menciptakan kematian, tetapi sebagai alat untuk memperbaiki hal yang salah di dunia, dan jalan untuk menyempurnakan diri. Aikido adalah beladiri yang mengendalikan musuh sesaat ketika konflik belum terjadi, sehingga menjadi awal untuk mewujudkan keadaan dimana usaha saling membunuh atau mengalahkan digantikan dengan hidup berdampingan secara damai”. Hal ini merupakan manifestasi dari yang dimaksud O’sensei dengan “aikido adalah jalan untuk melindungi dan mencintai, membangkitkan dan membentuk, menghasilkan dan mengembangkan segala sesuatu di alam semesta ini” (nishio,2005).
Salah satu elemen penting dan tujuan dari aikido nishio adalah misogi no ken (pedang pemurnian) dimana pedang di aikido tidak digunakan untuk melakukan hal yang salah tetapi agar membantu satu sama lain menghilangkan keburukan diantara kita (Nishio,2005). Hal ini menyebabkan aikido menjadi media melatih tubuh, kehendak, jiwa, hati, karakter dan pikiran. Nishio sensei juga menyatakan bahwa hati dan aikido adalah michibiki yaitu kehendak untuk memberi, menuntun dan memahami kehendak sesama untuk mencapai tujuan bersama yang positif dalam setiap tehniknya. Karakter khas dari teknik nishio adalah tangan kosong, ken, jo, dan iai memiliki ekspresi yang sama dan tidak berbeda dan merupakan satu kesatuan yang utuh (Ri-ai). Elemen lain yang sangat penting dalam Aikido sebagai Yurusu Budo adalah Irimi Issoku, Atemi no Kokyu, dan Misogi no Ken.
Membicarakan sejarah aikido di jogja tentunya tidak terlepas dari sosok Laddy Lesmana yang akrab dipanggil sebagai pak lesmana. Jasa beliau dalam memperkenalkan aikido di Jogjakarta dimulai dari ketertarikannya terhadap olah fisik aikido yang berkaitan dengan olah rasa yang pernah dipelajari pada beladiri lain dan diantara kedua beladiri ini ternyata memiliki tujuan yang sama. Saat itu di jogja belum terdapat dojo dan kebetulan di semarang terdapat dojo aikido baru sehingga pak Lesmana berlatih disana bersama rekannya pak Handoko. Semasa itu aikido diarahkan oleh Maeda Sensei (dan 5) yang ditugasi oleh JICA (Japan International Cooperation Agency) untuk mengajarkan aikido di indonesia selama 2 tahun. Setelah beberapa kali latihan aikido di Semarang, pak Lesmana bertemu dengan aikidoka Haris asal Bandung (sabuk coklat) yang saat itu sedang bersekolah di salah satu smu di Jogja. Akhirnya pak Lesmana, pak Handoko, Haris dibantu pak Suyoto mempunyai ide untuk membentuk dojo aikido di jogja ini pada tahun 1996. Dojo pertama kalinya di Jogja ini bertempat di sebuah ruko (lantai 2) di daerah Janti (depan dojo Sho Hei Kan) dan dinamakan dojo jogja. Saat itu keanggotaannya pun masih bersifat terbatas. Pada tahun 1997 dojo jogja pun dibuka untuk umum.
Setelah masa kontrak Maeda Sensei habis, beliau digantikan oleh Yahagi Sensei (dan 3). Sejak itu, Yahagi Sensei rutin setiap bulan memantau perkembangan aikido di jogja hingga akhirnya dojo jogja berkembang pesat. Setelah satu tahun dojo jogja beroperasi, jumlah anggota pun semakin banyak maka tempat berlatih dipindahkan ke kemetiran (sanggar Senam Savitri) kemudian berpindah lagi ke aula universitas sanata dharma berkat jasa aikidoka Tata (saat itu sebagai mahasiswa Universitas Sanata Dharma).
Setelah masa tugas yahagi sensei melatih aikido di indonesia habis, beliau digantikan ileh Shigekoshi Satoru sensei. Saat itu, Satoru Sensei harus belajar bahasa indonesia di wisma bahasa Demangan Baru, sehingga kehadirannya sangat mendekatkan hubungan beliau dengan pada aikidoka yang beruntung dapat menimba ilmu dari beliau hampir setiap hari. Pada tahun 1998 Agus Hermawan (sekarang sebagai Dojo Cho Sho Hei Kan) ikut bergaung mempelajari aikido di dojo jogja (lokasi masih di Sanata Dharma). Hingga kini jumlah dojo yang ada di jogja sudah lebih dari 5 buah dojo dan yudansha yang dihasilkan dojo jogja antara lain :
Angkatan 1: Grendy F., Wawan Setiawan, dan Wiwid W.
Angkatan 2: Frisko Santatanov
Angkatan 3: Eduard Rusdianto dan Teguh Juwono
Angkatan 4: Agus Hermawan
0 comments:
Post a Comment